Daftar Isi

Salam Kenal Kawan.....

Selamat Datang di Blog sederhana ini, saya berharap dapat menambah pertemanan dan wawasan

Rabu, 07 Juni 2017

Ujung Jari Pengetahuan dan Keabadian...



Dahulu kala hiduplah seorang pemuda yang memiliki budi pekerti yang sangat mulia, ringan tangan terhadap sesama yang membutuhkan, selalu berbuat kebaikan bagi dunia dan isinya.
Rupanya, hal ini membuat para Malaikat tertarik untuk membantu sang pemuda. Maka beberapa Malaikat mencoba menghadap Tuhan dengan maksud kiranya Tuhan berkenan menganugerahkan pengetahuan seperti yang dimiliki oleh para  Malaikat atau jika perlu pengetahuan yang dimiliki oleh Tuhan sendiri, walau hanya sujung jari kuku-Nya.
Malaikat berfikir bahwa jika diberkahi pengetahuan tersebut sang pemuda semakin banyak berbuat kebaikan di muka bumi ini.

Setelah mendapat ijin dari Tuhan, maka berangkatlah salah seorang malaikat yang hendak menyampaikan sekaligus memberikan anugerah tersebut.

Malaikat  : "Salam damai pemuda, setelah kami perhatikan semua yang engkau lakukan demi kebaikan di muka bumi ini, kami, para malaikat, sepakat untuk menganugerahimu dengan Seujung Jari Pengetahuan Tuhan".

Pemuda  : "Apakah yang kau maksud dengan Ujung Jari Pengetahuan Tuhan itu?"

Malaikat : "Ya, dengan pengetahuan tsb, engkau dapat melakukan lebih banyak hal lagi. Karena engkau akan dibekali dengan kemampuan melihat apa yang akan terjadi. Bahkan engkaupun akan menjadi kekal hidup di dunia ini."

Pemuda (mendesah): " Wahai malaikat, hidupku penuh semangat dan gairah karena setiap hari aku selalu menaruh harapan yang terbaik, meski kadang tak kudapatkan. Namun semangat itulah yang aku perlukan agar aku tetap melewati hidupku dengan semangat membantu sesama. Apabila engkau anugerahi aku dengan pengetahuan tersebut, maka dimanakah semangat itu ada?" Sebab aku sudah mengetahui apapun yang terjadi sebelum aku melakukan apapun. Lalu apa nikmatnya hidup seperti itu?" Layaknya menonton film yang sudah sering kita tonton. Bukan gairah dan semangat yang akan aku dapatkan kecuali kebosanan semata". "Tidak, aku tidak mau hidup seperti itu!"

Malaikat  : "Bagaimana dengan hidup kekal?"

Pemuda : "Kehidupan kekal juga sama membosankannya. Engkau akan menyaksikan kehidupan ini datang dan pergi sementara engkau tetap berada di dalamnya. Justru dalam ketidakkekalan dan ketidakpastian maka aku dapat lebih berhati-hati dalam melangkah. Akan semakin waspada dalam segala keadaan. Akan siap sedia terhadap segala kemungkinan. Pada akhirnya tertanam dalam jiwa untuk peka terhadap keadaan sekeliling dan mendorongku agar selalu menolong sesama. Lagi pula kekekalan badan tidak diperlukan, yang lebih utama adalah kekalnya nilai-nilai kebaikan, ilmu yang bermanfaat serta anak cucu kita yang mewarisi gen-gen terbaik kita dikehidupannya kelak. Itulah sejatinya kekekalan yang paling utama".

Malaikat : "Wah, engkau sungguh luar biasa. Seorang manusia biasa namun dapat mengejawantahkan maksud dan sekaligus tujuan diciptakannya dunia dan seisinya". Saya justru akan banyak belajar darimu hai pemuda. Teruskanlah apa yang menjadi ketetapan hatimu, karena sesungguhnya ide dan pikiranmu memang sudah menjadi ketetapan-Nya jauh sebelum terciptanya kehidupan di dunia ini."

Selasa, 23 Mei 2017

Sebuah Kesaksian Hidup...


Beruntung saya diperlihatkan kejadian yang selama ini hanya saya dapatkan dari cerita atau dongeng. Dongeng tentang pertarungan antara kebaikan dan keburukan. Kali ini saya menyaksikan sendiri di negeri yang kucintai ini, seorang anak kandung bangsa yang selama ini garang berjuang demi kebaikan bangsa. Melawan dg gagah berani bak singa yang lapar terhadap para garong dan pencoleng uang rakyat, akhirnya harus kalah dan menyerah digiring dalam kandang pesakitan, hanya gara2 keseleo lidah. Masuk dalam ranah suci, ranah yang memang tdk boleh diinjak oleh siapapun bahkan malaikat sekalipun. Walaupun dalam konstitusi UUD'45 sudah dijamin dalam ps.28 tentang kebebasan berpendapat dilindungi oleh undang-undang. Saat itu massa begitu sangat membencinya, sampai2 permintaan maaf pun tak diterima. Hanya satu permintaan mereka: "PENJARA". Dua pekan telah berlalu, ternyata keharuman dan kegigihan sang Singa bukan meredup, dia bahkan menolak banding yang diajukan pengacaranya. Dia dg gagah menerima konsekuensi atas kesalahan ucapannya dengan menjalani hukuman yang ditimpakan padanya. Disisi lain, sang Serigala yang dulu mengeroyoknya ngacir entah kemana, setelah tersangkut aib dg salah seorang perempuan yang begitu saja ditinggalkannya menanggung akibat yang diperbuatnya. Ooh...betapa cerita ini begitu membuatku geram...Gigi geligiku gemeretak, hati ini panas dan ingin meledak, namun apa daya saya bukan seekor singa, saya hanyalah domba yang terlalu takut untuk keluar dari kandang. Hanya doa-doa lirih Kupanjatkan pada-Nya, agar engkau, singa sejati negeri ini, dilindungi selalu dan semakin gagah perkasa kelak saat kau keluar dari kandang . Penjara tidak membuatmu menjadi kecil dan ciut, justru penjara akan membesarkanmu. Biar seantero dunia tahu akan kebesaranmu. Teruslah garang dan menerkam terhadap para pencoleng dan pengecut berjubah agama yang selalu berbuat kebalikan dari apa yang diucapkannya. Dan jika hanya jika Tuhan berkehendak, engkaulah yang akan memimpin negeri ini pada sebuah negeri yang diimpikan bersama oleh para pendiri bangsa ini. Semoga...(MGK, 230517)

Sabtu, 29 April 2017

Catatan Kecil Jejak Langkah Negeriku...


Saya memang tidak pernah mengerti dan memahami politik. Kata teman politik itu tentang seni, seni untuk berkuasa dan menguasai. Menguasai massa untuk memuluskan jalan menuju kekuasaan dan seni mempertahankan kekuasaan dengan menguasai massa.
Dari definisi seorang teman tsb, semakin saya tidak pernah mengerti, bagaimana sebuah kata "kuasa" menjadi tujuan dan sekaligus cara untuk menorehkan jejak langkah kehidupan seorang manusia dimuka bumi ini? Sejak kecil semua pelajaran kebaikan (Agama dan Budi Pekerti) selalu menekankan tentang kebersamaaan (bukan berkuasa dan menguasai). Bahkan dalam ilmu biologi pun, sebuah puncak rantai makanan (predator) sekalipun akan sangat tergantung pada level rantai makanan dibawahnya. Misalnya, jika populasi tikus berkurang maka populasi burung pemangsa tikus (elang/burung hantu) juga akan berkurang. Esensi nya adalah sebuah keseimbangan perpindahan energi, dari Matahari hingga level tertinggi rantai makanan tsb. Alam dg bijak mengelola keseimbangan energi tsb.
Kita manusia yang levelnya paling tinggi sebagai makhluk Tuhan di bumi ini, justru bertindak sebaliknya. Semua yang ada harus kita kuasai sendiri (kelompok sendiri), semakin di puncak kekuasaan, semakin kuat hasrat menguasai.  Segala cara digunakan dalam memuluskan rencananya. Bahkan Agama sekalipun akan digunakannya. Nilai-nilai moral dan kebaikan agama yang bersifat universal, diterjemahkan sesuai dg arah dan tujuan kelompoknya. Pemuka dan pemimpin agama diagitasi dg sebuah isu sentimen agama. Ironisnya dengan dalih memperjuangkan akidah umatnya, isu tersebut bak gayung bersambut. Pas seperti pepatah " tumbu ( wadah) menemukan tutupnya". Suara hati nurani yang melihat ketidakbenaran ini dibungkam oleh riuh rendahnya massa yang berteriak kesetanan termakan isu yang dimainkan oleh para politisi.
Sementara di atas sana, para politisi bak seorang sutradara mulai berhitung dan berbagi kekuasaan yang sebentar lagi mereka raih dan sekaligus berencana mencari ladang kekuasaan ditempat lain.
Sungguh semakin tidak kumengerti, bagaimana bisa semua rencana itu berjalan mulus, bagaimana mungkin suara mayoritas pemilik nurani bangsa ini hanya diam dan menyaksikan kejadian ini?
Ya Tuhan, pemilik semua rencana di dunia ini. Apakah memang Engkau sedang uji kami untuk lebih memaknai sebuah kebersamaan, tatkala hasrat menguasai dalam diri kami begitu menggebu. Agar kami lebih banyak belajar saling mengenal sebagai satu saudara di bumi Indonesia tercinta ini? Hanya Engkaulah yang menggenggam jawaban dari pertanyaan ini....

Kamis, 13 April 2017

Musuh...


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) musuh artinya lawan (berkelahi, berperang, bertanding dsb). Sesuai dengan maknanya, maka seorang musuh berarti orang yang berseberangan dengan kita, baik pandangan, sikap, pendapat atau prinsip. Sehingga dimanapun posisi kita ia ada di seberang kita. Bagi sebagian besar kita, menganggap bahwa musuh harus dilawan dengan berbagai cara dengan tujuan akhir untuk  mengalahkannya.

Bagi yang tercerahkan, seorang musuh tak ubahnya seperti kawan, bedanya mereka melihat diri kita dari sudut pandang yang lain. Seorang musuh dapat dengan mudah menunjukkan beberapa kesalahan dan kelemahan kita, karena sudut pandangnya memang berbeda dengan kita. Oleh sebab itu, orang yang tercerahkan akan memanfaatkan musuhnya untuk mengoreksi diri (introspeksi). Karena bagi orang ini, tidak ada kata sempurna dalam dirinya. Ia selalu menyadari bahwa setiap pandangan, sikap dan tindakannya selalu terselip sebuah kekhilafan.

Untuk itu ia membutuhkan lawan sebagai pengingat sekaligus pengoreksi. Sejarahpun mencatat, berkat kehadiran musuh maka sebuah bangsa dapat kembali bersatu mendirikan sebuah negara. Musuh menjadi sebuah perekat bagi kita untuk mengisi celah2 dalam diri kita yang masih renggang. Seorang petinju membutuhkan lawan tanding untuk mengetahui sisi lemah dari pertahanan dirinya. Pendek kata, selama kita masih menjadi manusia, maka musuh menjadi cambuk bagi diri untuk meningkatkan kebaikannya.

Jumat, 03 Maret 2017

Kerbau Melewati Jendela...


"Seseorang yang telah banyak melakukan kebaikan serta bekerja keras untuk selalu mengamalkan kebaikannya, namun selalu berharap untuk dikenal, maka dalam diri orang ini masih terdapat celah kelemahannya. Ibarat seekor kerbau yang badan dan kakinya berhasil melewati lubang jendela namun ekornya terjepit di lubang jendela tersebut". (Tsai Chih Chung-The Book of Zen)

Rabu, 01 Maret 2017

Memecahkan Kesunyian...



Adalah empat orang biksu sepakat untuk bermeditasi tanpa bicara selama seminggu. Pada hari pertama mereka tetap tenang. Begitu kegelapan mulai datang, api lilin pun mulai berkedip.

Biksu ke-1 : "Api lilin akan padam".
Biksu ke-2 : " Eh, kita kan nggak boleh bicara?"
Biksu ke-3 : "Mengapa kalian berdua bicara?"
Lalu Biksu ke-4 tertawa sambil berkata: " Ha...ha...ha...Saya satu-satunya yang tidak bicara!"

***Banyak orang yang juga keliru saat mengingatkan orang lain dan menunjukkan kesalahan mereka*** (Tsai Chih Chung)

Selasa, 28 Februari 2017

Kejujuran Vs Ketidakjujuran




Dulu saya hampir percaya dengan pameo  "orang jujur itu tidak  beda dengan orang bodoh". Bagaimana tidak, lha sdh tahu bakalan ditipu kok masih mempercayainya juga?
Tapi sekarang  saya mulai mengerti bagaimana sebuah kejujuran itu menjadi konsep hidup dan kehidupan di dunia ini.
Saya baru menyadari bahwa dalam diri orang jujur itu memang tdk menyisakan sedikitpun celah "syak wasangka". Dia tahu persis hukum kekekalan "kebaikan", saat kebaikannya diambil orang lain maka kebaikan yang berlipat yang akan ia terima. Sebaliknya bagi si penipu ia akan mendapatkan ganjaran yang setimpal dengan perbuatannya.
Orang jujur selalu menyandarkan perbuatannya pada keteguhan hati, sebaliknya bagi sang penipu perbuatannya didasari oleh kekhawatiran hati.
Seolah bisa membaca alam, orang jujur selalu selaras dan belajar dari alam. Matahari menyinari bumi tanpa memilih mana yang akan terkena sinarnya dan mana yang tidak. Dan yang terpenting matahari tdk pernah meminta kembali dari tanaman  yang telah memanfaatkan sinarnya, justru tanaman juga mengikuti kaidah ini dengan membagikan oksigen dan buahnya pada semua mahluk tanpa kecuali. Konsep ini sdh terjadi sejak awal diciptakannya dunia ini. Jadi disini siapa yang membodohi dan dibodohi? Karena alam rupanya memiliki jawaban yg berbeda dg apa yang kita pikirkan.

Minggu, 26 Februari 2017

Menentukan Posisi Kita



Akhir-akhir ini saya terusik oleh sebuah pernyataan provokatif: "kita harus menentukan posisi kita, apakah kita memilih tokoh A yang lebih  membela kepentingan agama tertentu dibanding tokoh B yang tidak membela agama tertentu". Kita diminta untuk memilih salah satu dari dua pilhan yang menurut kita sama-sama buruknya. Lalu kita harus memilih pilihan yang sama dengan kelompok yang memprovokasi tadi, seolah mereka lebih paham tentang pilihan yang terbaik.

Tanpa sadar naluri saya tergelitik dan mengalirlah jawaban dari dari pernyataan tsb sbb:
Dalam dunia ini sudah kita saksikan adanya dualitas, misalnya ada siang ada malam, ada pria ada wanita, ada suka ada duka dan seterusnya. orang yang bijak tidak akan  memilih salah satu diantara keduanya, karena dualitas adalah hukum yang berlaku di dunia ini. Kita harus menerima keduanya sebagai bagian dari kehidupan kita. Kita tidak pernah akan tahu arti suka jika kita tidak mengalami duka. Kita tidak tahu arti siang jika tidak mengalami malam dan seterusnya.

Tidak memilih diantara keduanya, namun lebih menerima keduanya sebagai bagian dari hukum kehidupan di dunia ini adalah pilihan yang bijaksana. Apalah artinya memilih sebuah pilihan jika kita tidak dapat memahami arti dari pilihan tersebut. Seorang bijaksana tidak terperangkap dari sebuah pilihan, dia tidak akan terpengaruh dari akibat pilihannya, karena kedua akibat dari pilihannya akan memberi arti (pelajaran) baginya tentang arti pilihannya.

Pendek kata apapun yang kita pilih semuanya akan menghantarkan kita pada sebuah pemahaman akan arti dari pilihan kita tadi.Sehingga menjadi lengkaplah kehidupan kita pada akhirnya. Karena sesungguhnya saat sebuah malam terjadi, maka siang sudah menanti diujungnya atau ketika kebahagian yang kita sambut di ruang tamu maka berarti kesedihan sudah menunggu kita di ruang belakang dari rumah kita.

Kesimpulannya adalah tidak masalah apapun yang kita pilih, semuanya akan menambah pemahaman baru bagi kita akan arti dari setiap pilihan. Jadi pilihlah sesuai dengan pertimbangan hati nuranimu, jangan mau dipaksa untuk mengikuti pilihan dari orang lain yang seolah lebih tahu dari pilihan dirimu sendiri. Karena jikalaupun pilihan mu berimplikasi bagi kaum yang memprovokasi tadi, maka setidaknya kamu akan mengetahui tujuan dari kaum tersebut.

Kamis, 23 Februari 2017

Membuat garis tampak lebih pendek...

Di sebuah sekolah Menengah, seorang guru sedang mengajarkan sebuah nilai kebaikan tentang bagaimana bersikap terhadap maraknya berita atau ujaran yang menjelekkan seorang tokoh dan memuji-muji tokoh pujaannya.

Dia mulai menggambar sebuah garis lurus sepanjang 10 cm. Lalu ia meminta kepada muridnya untuk membuat garis tsb tampak pendek (berkurang panjangnya). Salah seorang muridnya maju dan mulai menghapus garis 10 cm menjadi tinggal 8 cm. Disusul murid lainnya yang juga melakukan hal sama dengan temannya. Singkat kata, garis tsb kini tinggal 2 cm. Tampak sang Guru menunjukkan raut muka yang kurang puas dengan jawaban yang diberikan murid-muridnya. Tiba-tiba ada salah seorang murid, yang memang dalam prestasi akademiknya terbilang cukup bahkan nyaris kurang. Perlahan ia mulai menarik garis sejajar dengan garis yang tinggal 2 cm panjangnya tsb. Hingga terbentuklah garis dengan panjang 20 cm. Lalu ia pun mulai menjelaskan pada gurunya: "Saya sengaja membuat  garis yang lebih panjang dari garis yang ada agar tampak garis yang pendek menjadi lebih pendek". Mendengar alasan tersebut, Gurunya pun menepuk bahu muridnya tsb, sembari berkata: "Engkau benar, kita tidak perlu menghapus garis untuk memendekkannya, cukup dengan membuat garis sejajar yang panjangnya jauh lebih panjang dari garis semula".

Ia pun mulai mengajarkan arti pelajaran yang baru saja diberikan, bahwa dalam hidup ini untuk menjadi yang terbaik, kita tidak perlu menjelekkan/menghina orang lain, justru kita harus memacu diri kita menjadi lebih baik, sehingga dengan sendirinya kebaikan kita tampak lebih dimata orang lain. Orang yang mencaci maki atau menghina orang lain sesungguhnya ia sedang memuji dirinya sendiri namun dengan cara-cara yang tidak jujur.

Dengan berlomba-lomba menebar kebaikanlah akan memberi nilai pada diri kita apakah kita lebih baik atau tidak dibanding orang lain. Jadi mulai sekarang mari kita memuji diri kita dengan cara yang jujur, yaitu dengan berbuat banyak kebaikan, seperti menggambar garis yang terpanjang yang dapat kita buat.

Rabu, 22 Februari 2017

Batu pertama untuk sang Guru...




Alkisah dalam perjalanannya menebar ilmu dan kebajikan, seorang Guru bertemu dengan sekelompok warga sebuah desa yang hendak menghukum rajam seorang pelacur. Pelacur tersebut rupanya sudah berkali-kali diperingatkan agar tidak mengulangi perbuatannya melacurkan diri di desa tersebut.

Mengetahui bahwa yang datang adalah seorang guru yang terkenal dengan kebijaksanaannya, maka warga desa yang tengah bersiap menghukum pelacur tersebut, berpaling kepada Sang Guru. Kepada Guru tsb salah seorang pemimpin kelompok penghukum tersebut meminta pendapat sekaligus mengulurkan batu pertama yang akan dilemparkan pada pelacur. Mereka sangat yakin bahwa Gurunya akan sependapat dengan mereka dan segera menjatuhkan hukuman kepada pelacur tsb, Karena sesuai ajarannya, seorang pelacur telah jauh meninggalkan sifat kebaikan.

Diluar dugaan semua orang, Sang Guru justru bertanya:" Siapa diantara kalian yang merasa paling sedikit dosanya (Suci) silakan untuk melempar batu pertama, lalu disusul dengan yang agak banyak dosanya dan seterusnya". Karena bagiku, aku pun belum tahu kadar kesucianku..."

Mendengar perkataan Sang Guru, semua warga desa pun akhirnya berangsur-angsur mundur teratur dan mengurungkan niatnya untuk menghukum si pelacur. Si pelacur pun akhirnya sadar dan menjadi salah satu pengikut setia (murid) Sang Guru.



***Guru suci tersebut tak lain adalah Yesus Kristus atau Isa A.S. Salah seorang Nabi besar bagi umat manusia di dunia hingga saat ini.***

Memendekkan Garis...

Seorang Guru membuat garis sepanjang 10 cm di atas papan tulis, lalu berkata : "Anak2, coba perpendek garis ini!"

Anak pertama maju kedepan, ia menghapus 2 cm dari garis itu, sekarang menjadi 8 cm.

Pak Guru mempersilakan anak ke 2. Iapun melakukan hal yang sama, 'sekarang' garisnya tinggal 6 cm.

Anak ke 3 & ke 4 pun maju kedepan, sekarang garis itu tinggal 2 cm.

Terakhir, anak yang Bijak maju kedepan, ia membuat garis yang lebih panjang, sejajar dengan garis pertama, yang tinggal 2 cm itu.

Sang Guru menepuk bahunya,
"Kau memang bijak. Untuk membuat garis itu menjadi pendek, tak perlu menghapusnya - cukup membuat garis yang lebih panjang. Garis pertama akan menjadi lebih pendek degan sendirinya."

***Untuk memenangkan Tak perlu mengecilkan yang lain, Tak usah menjelekan yang lain, karena secara tak langsung, membicarakan kejelekan yang lain adalah  cara tak jujur utk memuji diri sendiri. Cukup lakukan kebaikan terbaik yang dapat kita lakukan untuk semuanya, biarkan waktu akan membuktikan kebaikan tersebut.***

Selasa, 21 Februari 2017

Arti Sebuah Kejujuran...

Dalam sebuah retreat seorang murid bertanya pada gurunya: Murid : Guru, sy masih bingung tentang arti kejujuran. Guru selalu mengajarkan utk memegang nilai2 kejujuran. Namun saya pernah melihat guru memberi nasehat lain. Guru : bagian mana yang tidak kau mengerti? Murid : Ya, tatkala guru kedatangan salah seorang bekas muridmu yang kini menekuni duniawi. Guru : Oh, yang itu, ketahuilah muridku, aku memang selalu menekankan pada nilai2 kejujuran dimanapun engkau berada. Namun dengan kondisi bahwa nilai kejujuran yang engkau pegang itu setimpal dg situasi dimana kamu berada. Murid : maaf guru saya makin bingung.... Guru : Bila engkau memegang nilai kejujuran dihadapan orang2 yang juga menjunjung nilai2 kejujuran dan kebenaran, maka engkau wajib mempertahankannya. Sebaliknya jika yang engkau hadapi adalah manusia2 yang culas dan mengangkangi nilai2 kebenaran, maka tidak wajib bagimu untuk tetap bertahan pada sebuah nilai kejujuran. Murid : Maaf guru, kedengarannya guru mengajarkan untuk menjadi bunglon ( tidak berpendirian)? Guru : Lebih berharga mana, bila nyawamu yang melayang sebagai akibat kejujuran mu atau berdusta thd orang seperti tadi. Karena ketika kamu memegang sebuah kejujuran, sementara mereka tidak, itu seperti menyerahkan tubuhmu dalam kandang harimau. Murid : Tetap saja...! Guru : Tetap saja tidak mulia..? Murid : Ehm...iya Guru...! Guru : Disinilah letak kekeliruan yang sering kita lakukan. Kebanyakan kita akan memilih berani untuk mati mempertahankan sebuah prinsip, namun terlalu takut untuk hidup dalam penderitaan dalam rangka memperbaiki diri. Karena ketahuilah bahwa keberanian untuk mempertahankan hidup juga bagian dari tugas kita. Karena dalam hidup dan kehidupan ini terbuka segala peluang bagi diri untuk lebih banyak berbuat kebaikan dibandingkan jika telah mati. Murid : Saya sudah paham sekarang Guru...! Guru : Syukurlah...!

Kebenaran...

Kebenaran itu bernilai universal dan diterjemahkan sesuai kemampuan makhluk ciptaan-Nya. Contohnya reaksi terhadap hawa dingin, ketika seekor bebek yang sedang berenang di danau kedinginan oleh hawa udara danau, maka dia akan sering menyelam untuk menghangatkan tubuhnya. Atau seekor burung bereaksi thd dingin dg bertengger di dahan dan merapatkan sayap menutupi kakinya atau seekor beruang dg tidur panjangnya (hibernasi) dan seterusnya... Jika ada suatu makhluk yang mencoba memaksakan kebenaran atas apa yang ia alami terhadap yang lainnya, maka sesungguhnya ia melakukan perbuatan sia-sia. Sebab seekor bebek berbeda dg burung atau seekor beruang.

Sabtu, 18 Februari 2017

Hutan Tua Kehidupan


Suatu ketika ada seseorang tersesat di tengah hutan, sehingga ia berputar-putar tanpa bisa keluar. Semakin ia berusaha keluar, semakin dalam ia tersesat. Karena sudah kehabisan tenaga tanpa membuahkan hasil, maka ia pun terduduk kelelahan, sambil berdoa memohon pertolongan Tuhan.
Tak lama kemudian datanglah seekor kera yang membimbingnya keluar dari hutan belantara tersebut. Begitu keluar dari hutan, orang tersebut justru membunuh kera yang menolongnya sebagai menu makan hari itu.
Tersesat adalah kejadian yang sering kita alami. Kita tersesat di rumah, karena menemukan kenyamanan. Tersesat di kantor, karena penuh intrik. Di jalan raya, karena kemacetan. Bahkan di tempat ibadahpun kita juga tersesat dan merasa hampa dan tidak menemukan apa-apa. Bagi seseorang yang sedang duduk di kursi kekuasaaan, bila tertawa, dianggap kehilangan wibawa. Cemberut dikira bukan teladan yang baik. Berlaku sabar, malah banyak anak buah yang makin kurang ajar.
Keadaan ini persis sama dengan cerita orang yang tersesat di hutan tadi. Dalam keadaan bingung,  kita akan mengambil apa saja untuk menyelamatkan diri. Demikian juga dengan kehidupan nyata, apalagi kehidupan di panggung politik. Kepalsuan berbaju kebenaran dan kebenaran banyak dipalsukan. Di dunia korporasi juga berlaku sama, batas-batas antara cerdas dan culas semakin dikaburkan.
Disisi lain kehidupan, seorang pencari kayu , tanpa keraguan akan mengambil kayu-kayu kering yang berserakan di hutan. Seorang nelayan mengembangkan layar perahunya menuju tempat dimana ada ikan. Orang bijaksana faham benar tentang arti pepatah : “ Raja dari segala pengetahuan adalah pengetahuan tentang diri sendiri. Tanpa mengetahui siapa diri ini, maka kita akan tersesat di hutan tua kehidupan ini, bahkan tersesat dalam pencarian di kitab suci.
Disatu bagian kitab suci, kita diharuskan membawa payung, sedangkan di bagian lain justru kita dilarang membawa payung. Hanya di tangan seorang pembimbing (Guru/Ulama) maka pesan di kitab suci itu tidak menyesatkan. Seseorang yang serius mencari pengetahuan diri ini  selalu dekat dengan para guru pembimbingnya. Kita akan selalu mencermati pesannya dan mengikuti keteladannya.
Suatu ketika seorang anak bertanya pada kakeknya, “Kek, apakah di balik awan itu ada cahaya?’ kakeknya sambil tersenyum berkata, “tentu saja cucuku”. “tapi  kek, bagaimana cara membuktikannya?”. Dengan lembut sang kakek berbisik, “sementara yakini dulu dengan pesan kakek, nanti bila awannya telah pergi, maka kamu akan mengetahuinya”.

Penggalian spiritualitas hampir serupa, awalnya semua gelap, namun karena keyakinan dengan guru pembimbingnya membuatnya yakin menghadapi kehidupan ini. Hingga pada akhirnya ketika awan telah pergi, muncullah cahaya dibalik awan tersebut dan terbukalah kesadarannya bahwa apa yang selama ini dicari-cari telah ada di dalam diri kita. Merasa cukup adalah kekayaan sejati dan hal ini hanya terjadi karena semua kegelapan telah sirna oleh terang cahaya dari sang guru pembimbing, sehingga kita tidak tersesat di hutan tua kehidupan. (Gede  Prama-Compassion)