Daftar Isi

Salam Kenal Kawan.....

Selamat Datang di Blog sederhana ini, saya berharap dapat menambah pertemanan dan wawasan

Sabtu, 18 Februari 2017

Hutan Tua Kehidupan


Suatu ketika ada seseorang tersesat di tengah hutan, sehingga ia berputar-putar tanpa bisa keluar. Semakin ia berusaha keluar, semakin dalam ia tersesat. Karena sudah kehabisan tenaga tanpa membuahkan hasil, maka ia pun terduduk kelelahan, sambil berdoa memohon pertolongan Tuhan.
Tak lama kemudian datanglah seekor kera yang membimbingnya keluar dari hutan belantara tersebut. Begitu keluar dari hutan, orang tersebut justru membunuh kera yang menolongnya sebagai menu makan hari itu.
Tersesat adalah kejadian yang sering kita alami. Kita tersesat di rumah, karena menemukan kenyamanan. Tersesat di kantor, karena penuh intrik. Di jalan raya, karena kemacetan. Bahkan di tempat ibadahpun kita juga tersesat dan merasa hampa dan tidak menemukan apa-apa. Bagi seseorang yang sedang duduk di kursi kekuasaaan, bila tertawa, dianggap kehilangan wibawa. Cemberut dikira bukan teladan yang baik. Berlaku sabar, malah banyak anak buah yang makin kurang ajar.
Keadaan ini persis sama dengan cerita orang yang tersesat di hutan tadi. Dalam keadaan bingung,  kita akan mengambil apa saja untuk menyelamatkan diri. Demikian juga dengan kehidupan nyata, apalagi kehidupan di panggung politik. Kepalsuan berbaju kebenaran dan kebenaran banyak dipalsukan. Di dunia korporasi juga berlaku sama, batas-batas antara cerdas dan culas semakin dikaburkan.
Disisi lain kehidupan, seorang pencari kayu , tanpa keraguan akan mengambil kayu-kayu kering yang berserakan di hutan. Seorang nelayan mengembangkan layar perahunya menuju tempat dimana ada ikan. Orang bijaksana faham benar tentang arti pepatah : “ Raja dari segala pengetahuan adalah pengetahuan tentang diri sendiri. Tanpa mengetahui siapa diri ini, maka kita akan tersesat di hutan tua kehidupan ini, bahkan tersesat dalam pencarian di kitab suci.
Disatu bagian kitab suci, kita diharuskan membawa payung, sedangkan di bagian lain justru kita dilarang membawa payung. Hanya di tangan seorang pembimbing (Guru/Ulama) maka pesan di kitab suci itu tidak menyesatkan. Seseorang yang serius mencari pengetahuan diri ini  selalu dekat dengan para guru pembimbingnya. Kita akan selalu mencermati pesannya dan mengikuti keteladannya.
Suatu ketika seorang anak bertanya pada kakeknya, “Kek, apakah di balik awan itu ada cahaya?’ kakeknya sambil tersenyum berkata, “tentu saja cucuku”. “tapi  kek, bagaimana cara membuktikannya?”. Dengan lembut sang kakek berbisik, “sementara yakini dulu dengan pesan kakek, nanti bila awannya telah pergi, maka kamu akan mengetahuinya”.

Penggalian spiritualitas hampir serupa, awalnya semua gelap, namun karena keyakinan dengan guru pembimbingnya membuatnya yakin menghadapi kehidupan ini. Hingga pada akhirnya ketika awan telah pergi, muncullah cahaya dibalik awan tersebut dan terbukalah kesadarannya bahwa apa yang selama ini dicari-cari telah ada di dalam diri kita. Merasa cukup adalah kekayaan sejati dan hal ini hanya terjadi karena semua kegelapan telah sirna oleh terang cahaya dari sang guru pembimbing, sehingga kita tidak tersesat di hutan tua kehidupan. (Gede  Prama-Compassion)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar