Daftar Isi

Salam Kenal Kawan.....

Selamat Datang di Blog sederhana ini, saya berharap dapat menambah pertemanan dan wawasan

Selasa, 28 Februari 2017

Kejujuran Vs Ketidakjujuran




Dulu saya hampir percaya dengan pameo  "orang jujur itu tidak  beda dengan orang bodoh". Bagaimana tidak, lha sdh tahu bakalan ditipu kok masih mempercayainya juga?
Tapi sekarang  saya mulai mengerti bagaimana sebuah kejujuran itu menjadi konsep hidup dan kehidupan di dunia ini.
Saya baru menyadari bahwa dalam diri orang jujur itu memang tdk menyisakan sedikitpun celah "syak wasangka". Dia tahu persis hukum kekekalan "kebaikan", saat kebaikannya diambil orang lain maka kebaikan yang berlipat yang akan ia terima. Sebaliknya bagi si penipu ia akan mendapatkan ganjaran yang setimpal dengan perbuatannya.
Orang jujur selalu menyandarkan perbuatannya pada keteguhan hati, sebaliknya bagi sang penipu perbuatannya didasari oleh kekhawatiran hati.
Seolah bisa membaca alam, orang jujur selalu selaras dan belajar dari alam. Matahari menyinari bumi tanpa memilih mana yang akan terkena sinarnya dan mana yang tidak. Dan yang terpenting matahari tdk pernah meminta kembali dari tanaman  yang telah memanfaatkan sinarnya, justru tanaman juga mengikuti kaidah ini dengan membagikan oksigen dan buahnya pada semua mahluk tanpa kecuali. Konsep ini sdh terjadi sejak awal diciptakannya dunia ini. Jadi disini siapa yang membodohi dan dibodohi? Karena alam rupanya memiliki jawaban yg berbeda dg apa yang kita pikirkan.

Minggu, 26 Februari 2017

Menentukan Posisi Kita



Akhir-akhir ini saya terusik oleh sebuah pernyataan provokatif: "kita harus menentukan posisi kita, apakah kita memilih tokoh A yang lebih  membela kepentingan agama tertentu dibanding tokoh B yang tidak membela agama tertentu". Kita diminta untuk memilih salah satu dari dua pilhan yang menurut kita sama-sama buruknya. Lalu kita harus memilih pilihan yang sama dengan kelompok yang memprovokasi tadi, seolah mereka lebih paham tentang pilihan yang terbaik.

Tanpa sadar naluri saya tergelitik dan mengalirlah jawaban dari dari pernyataan tsb sbb:
Dalam dunia ini sudah kita saksikan adanya dualitas, misalnya ada siang ada malam, ada pria ada wanita, ada suka ada duka dan seterusnya. orang yang bijak tidak akan  memilih salah satu diantara keduanya, karena dualitas adalah hukum yang berlaku di dunia ini. Kita harus menerima keduanya sebagai bagian dari kehidupan kita. Kita tidak pernah akan tahu arti suka jika kita tidak mengalami duka. Kita tidak tahu arti siang jika tidak mengalami malam dan seterusnya.

Tidak memilih diantara keduanya, namun lebih menerima keduanya sebagai bagian dari hukum kehidupan di dunia ini adalah pilihan yang bijaksana. Apalah artinya memilih sebuah pilihan jika kita tidak dapat memahami arti dari pilihan tersebut. Seorang bijaksana tidak terperangkap dari sebuah pilihan, dia tidak akan terpengaruh dari akibat pilihannya, karena kedua akibat dari pilihannya akan memberi arti (pelajaran) baginya tentang arti pilihannya.

Pendek kata apapun yang kita pilih semuanya akan menghantarkan kita pada sebuah pemahaman akan arti dari pilihan kita tadi.Sehingga menjadi lengkaplah kehidupan kita pada akhirnya. Karena sesungguhnya saat sebuah malam terjadi, maka siang sudah menanti diujungnya atau ketika kebahagian yang kita sambut di ruang tamu maka berarti kesedihan sudah menunggu kita di ruang belakang dari rumah kita.

Kesimpulannya adalah tidak masalah apapun yang kita pilih, semuanya akan menambah pemahaman baru bagi kita akan arti dari setiap pilihan. Jadi pilihlah sesuai dengan pertimbangan hati nuranimu, jangan mau dipaksa untuk mengikuti pilihan dari orang lain yang seolah lebih tahu dari pilihan dirimu sendiri. Karena jikalaupun pilihan mu berimplikasi bagi kaum yang memprovokasi tadi, maka setidaknya kamu akan mengetahui tujuan dari kaum tersebut.

Kamis, 23 Februari 2017

Membuat garis tampak lebih pendek...

Di sebuah sekolah Menengah, seorang guru sedang mengajarkan sebuah nilai kebaikan tentang bagaimana bersikap terhadap maraknya berita atau ujaran yang menjelekkan seorang tokoh dan memuji-muji tokoh pujaannya.

Dia mulai menggambar sebuah garis lurus sepanjang 10 cm. Lalu ia meminta kepada muridnya untuk membuat garis tsb tampak pendek (berkurang panjangnya). Salah seorang muridnya maju dan mulai menghapus garis 10 cm menjadi tinggal 8 cm. Disusul murid lainnya yang juga melakukan hal sama dengan temannya. Singkat kata, garis tsb kini tinggal 2 cm. Tampak sang Guru menunjukkan raut muka yang kurang puas dengan jawaban yang diberikan murid-muridnya. Tiba-tiba ada salah seorang murid, yang memang dalam prestasi akademiknya terbilang cukup bahkan nyaris kurang. Perlahan ia mulai menarik garis sejajar dengan garis yang tinggal 2 cm panjangnya tsb. Hingga terbentuklah garis dengan panjang 20 cm. Lalu ia pun mulai menjelaskan pada gurunya: "Saya sengaja membuat  garis yang lebih panjang dari garis yang ada agar tampak garis yang pendek menjadi lebih pendek". Mendengar alasan tersebut, Gurunya pun menepuk bahu muridnya tsb, sembari berkata: "Engkau benar, kita tidak perlu menghapus garis untuk memendekkannya, cukup dengan membuat garis sejajar yang panjangnya jauh lebih panjang dari garis semula".

Ia pun mulai mengajarkan arti pelajaran yang baru saja diberikan, bahwa dalam hidup ini untuk menjadi yang terbaik, kita tidak perlu menjelekkan/menghina orang lain, justru kita harus memacu diri kita menjadi lebih baik, sehingga dengan sendirinya kebaikan kita tampak lebih dimata orang lain. Orang yang mencaci maki atau menghina orang lain sesungguhnya ia sedang memuji dirinya sendiri namun dengan cara-cara yang tidak jujur.

Dengan berlomba-lomba menebar kebaikanlah akan memberi nilai pada diri kita apakah kita lebih baik atau tidak dibanding orang lain. Jadi mulai sekarang mari kita memuji diri kita dengan cara yang jujur, yaitu dengan berbuat banyak kebaikan, seperti menggambar garis yang terpanjang yang dapat kita buat.

Rabu, 22 Februari 2017

Batu pertama untuk sang Guru...




Alkisah dalam perjalanannya menebar ilmu dan kebajikan, seorang Guru bertemu dengan sekelompok warga sebuah desa yang hendak menghukum rajam seorang pelacur. Pelacur tersebut rupanya sudah berkali-kali diperingatkan agar tidak mengulangi perbuatannya melacurkan diri di desa tersebut.

Mengetahui bahwa yang datang adalah seorang guru yang terkenal dengan kebijaksanaannya, maka warga desa yang tengah bersiap menghukum pelacur tersebut, berpaling kepada Sang Guru. Kepada Guru tsb salah seorang pemimpin kelompok penghukum tersebut meminta pendapat sekaligus mengulurkan batu pertama yang akan dilemparkan pada pelacur. Mereka sangat yakin bahwa Gurunya akan sependapat dengan mereka dan segera menjatuhkan hukuman kepada pelacur tsb, Karena sesuai ajarannya, seorang pelacur telah jauh meninggalkan sifat kebaikan.

Diluar dugaan semua orang, Sang Guru justru bertanya:" Siapa diantara kalian yang merasa paling sedikit dosanya (Suci) silakan untuk melempar batu pertama, lalu disusul dengan yang agak banyak dosanya dan seterusnya". Karena bagiku, aku pun belum tahu kadar kesucianku..."

Mendengar perkataan Sang Guru, semua warga desa pun akhirnya berangsur-angsur mundur teratur dan mengurungkan niatnya untuk menghukum si pelacur. Si pelacur pun akhirnya sadar dan menjadi salah satu pengikut setia (murid) Sang Guru.



***Guru suci tersebut tak lain adalah Yesus Kristus atau Isa A.S. Salah seorang Nabi besar bagi umat manusia di dunia hingga saat ini.***

Memendekkan Garis...

Seorang Guru membuat garis sepanjang 10 cm di atas papan tulis, lalu berkata : "Anak2, coba perpendek garis ini!"

Anak pertama maju kedepan, ia menghapus 2 cm dari garis itu, sekarang menjadi 8 cm.

Pak Guru mempersilakan anak ke 2. Iapun melakukan hal yang sama, 'sekarang' garisnya tinggal 6 cm.

Anak ke 3 & ke 4 pun maju kedepan, sekarang garis itu tinggal 2 cm.

Terakhir, anak yang Bijak maju kedepan, ia membuat garis yang lebih panjang, sejajar dengan garis pertama, yang tinggal 2 cm itu.

Sang Guru menepuk bahunya,
"Kau memang bijak. Untuk membuat garis itu menjadi pendek, tak perlu menghapusnya - cukup membuat garis yang lebih panjang. Garis pertama akan menjadi lebih pendek degan sendirinya."

***Untuk memenangkan Tak perlu mengecilkan yang lain, Tak usah menjelekan yang lain, karena secara tak langsung, membicarakan kejelekan yang lain adalah  cara tak jujur utk memuji diri sendiri. Cukup lakukan kebaikan terbaik yang dapat kita lakukan untuk semuanya, biarkan waktu akan membuktikan kebaikan tersebut.***

Selasa, 21 Februari 2017

Arti Sebuah Kejujuran...

Dalam sebuah retreat seorang murid bertanya pada gurunya: Murid : Guru, sy masih bingung tentang arti kejujuran. Guru selalu mengajarkan utk memegang nilai2 kejujuran. Namun saya pernah melihat guru memberi nasehat lain. Guru : bagian mana yang tidak kau mengerti? Murid : Ya, tatkala guru kedatangan salah seorang bekas muridmu yang kini menekuni duniawi. Guru : Oh, yang itu, ketahuilah muridku, aku memang selalu menekankan pada nilai2 kejujuran dimanapun engkau berada. Namun dengan kondisi bahwa nilai kejujuran yang engkau pegang itu setimpal dg situasi dimana kamu berada. Murid : maaf guru saya makin bingung.... Guru : Bila engkau memegang nilai kejujuran dihadapan orang2 yang juga menjunjung nilai2 kejujuran dan kebenaran, maka engkau wajib mempertahankannya. Sebaliknya jika yang engkau hadapi adalah manusia2 yang culas dan mengangkangi nilai2 kebenaran, maka tidak wajib bagimu untuk tetap bertahan pada sebuah nilai kejujuran. Murid : Maaf guru, kedengarannya guru mengajarkan untuk menjadi bunglon ( tidak berpendirian)? Guru : Lebih berharga mana, bila nyawamu yang melayang sebagai akibat kejujuran mu atau berdusta thd orang seperti tadi. Karena ketika kamu memegang sebuah kejujuran, sementara mereka tidak, itu seperti menyerahkan tubuhmu dalam kandang harimau. Murid : Tetap saja...! Guru : Tetap saja tidak mulia..? Murid : Ehm...iya Guru...! Guru : Disinilah letak kekeliruan yang sering kita lakukan. Kebanyakan kita akan memilih berani untuk mati mempertahankan sebuah prinsip, namun terlalu takut untuk hidup dalam penderitaan dalam rangka memperbaiki diri. Karena ketahuilah bahwa keberanian untuk mempertahankan hidup juga bagian dari tugas kita. Karena dalam hidup dan kehidupan ini terbuka segala peluang bagi diri untuk lebih banyak berbuat kebaikan dibandingkan jika telah mati. Murid : Saya sudah paham sekarang Guru...! Guru : Syukurlah...!

Kebenaran...

Kebenaran itu bernilai universal dan diterjemahkan sesuai kemampuan makhluk ciptaan-Nya. Contohnya reaksi terhadap hawa dingin, ketika seekor bebek yang sedang berenang di danau kedinginan oleh hawa udara danau, maka dia akan sering menyelam untuk menghangatkan tubuhnya. Atau seekor burung bereaksi thd dingin dg bertengger di dahan dan merapatkan sayap menutupi kakinya atau seekor beruang dg tidur panjangnya (hibernasi) dan seterusnya... Jika ada suatu makhluk yang mencoba memaksakan kebenaran atas apa yang ia alami terhadap yang lainnya, maka sesungguhnya ia melakukan perbuatan sia-sia. Sebab seekor bebek berbeda dg burung atau seekor beruang.

Sabtu, 18 Februari 2017

Hutan Tua Kehidupan


Suatu ketika ada seseorang tersesat di tengah hutan, sehingga ia berputar-putar tanpa bisa keluar. Semakin ia berusaha keluar, semakin dalam ia tersesat. Karena sudah kehabisan tenaga tanpa membuahkan hasil, maka ia pun terduduk kelelahan, sambil berdoa memohon pertolongan Tuhan.
Tak lama kemudian datanglah seekor kera yang membimbingnya keluar dari hutan belantara tersebut. Begitu keluar dari hutan, orang tersebut justru membunuh kera yang menolongnya sebagai menu makan hari itu.
Tersesat adalah kejadian yang sering kita alami. Kita tersesat di rumah, karena menemukan kenyamanan. Tersesat di kantor, karena penuh intrik. Di jalan raya, karena kemacetan. Bahkan di tempat ibadahpun kita juga tersesat dan merasa hampa dan tidak menemukan apa-apa. Bagi seseorang yang sedang duduk di kursi kekuasaaan, bila tertawa, dianggap kehilangan wibawa. Cemberut dikira bukan teladan yang baik. Berlaku sabar, malah banyak anak buah yang makin kurang ajar.
Keadaan ini persis sama dengan cerita orang yang tersesat di hutan tadi. Dalam keadaan bingung,  kita akan mengambil apa saja untuk menyelamatkan diri. Demikian juga dengan kehidupan nyata, apalagi kehidupan di panggung politik. Kepalsuan berbaju kebenaran dan kebenaran banyak dipalsukan. Di dunia korporasi juga berlaku sama, batas-batas antara cerdas dan culas semakin dikaburkan.
Disisi lain kehidupan, seorang pencari kayu , tanpa keraguan akan mengambil kayu-kayu kering yang berserakan di hutan. Seorang nelayan mengembangkan layar perahunya menuju tempat dimana ada ikan. Orang bijaksana faham benar tentang arti pepatah : “ Raja dari segala pengetahuan adalah pengetahuan tentang diri sendiri. Tanpa mengetahui siapa diri ini, maka kita akan tersesat di hutan tua kehidupan ini, bahkan tersesat dalam pencarian di kitab suci.
Disatu bagian kitab suci, kita diharuskan membawa payung, sedangkan di bagian lain justru kita dilarang membawa payung. Hanya di tangan seorang pembimbing (Guru/Ulama) maka pesan di kitab suci itu tidak menyesatkan. Seseorang yang serius mencari pengetahuan diri ini  selalu dekat dengan para guru pembimbingnya. Kita akan selalu mencermati pesannya dan mengikuti keteladannya.
Suatu ketika seorang anak bertanya pada kakeknya, “Kek, apakah di balik awan itu ada cahaya?’ kakeknya sambil tersenyum berkata, “tentu saja cucuku”. “tapi  kek, bagaimana cara membuktikannya?”. Dengan lembut sang kakek berbisik, “sementara yakini dulu dengan pesan kakek, nanti bila awannya telah pergi, maka kamu akan mengetahuinya”.

Penggalian spiritualitas hampir serupa, awalnya semua gelap, namun karena keyakinan dengan guru pembimbingnya membuatnya yakin menghadapi kehidupan ini. Hingga pada akhirnya ketika awan telah pergi, muncullah cahaya dibalik awan tersebut dan terbukalah kesadarannya bahwa apa yang selama ini dicari-cari telah ada di dalam diri kita. Merasa cukup adalah kekayaan sejati dan hal ini hanya terjadi karena semua kegelapan telah sirna oleh terang cahaya dari sang guru pembimbing, sehingga kita tidak tersesat di hutan tua kehidupan. (Gede  Prama-Compassion)