Daftar Isi

Salam Kenal Kawan.....

Selamat Datang di Blog sederhana ini, saya berharap dapat menambah pertemanan dan wawasan

Rabu, 07 Juni 2017

Ujung Jari Pengetahuan dan Keabadian...



Dahulu kala hiduplah seorang pemuda yang memiliki budi pekerti yang sangat mulia, ringan tangan terhadap sesama yang membutuhkan, selalu berbuat kebaikan bagi dunia dan isinya.
Rupanya, hal ini membuat para Malaikat tertarik untuk membantu sang pemuda. Maka beberapa Malaikat mencoba menghadap Tuhan dengan maksud kiranya Tuhan berkenan menganugerahkan pengetahuan seperti yang dimiliki oleh para  Malaikat atau jika perlu pengetahuan yang dimiliki oleh Tuhan sendiri, walau hanya sujung jari kuku-Nya.
Malaikat berfikir bahwa jika diberkahi pengetahuan tersebut sang pemuda semakin banyak berbuat kebaikan di muka bumi ini.

Setelah mendapat ijin dari Tuhan, maka berangkatlah salah seorang malaikat yang hendak menyampaikan sekaligus memberikan anugerah tersebut.

Malaikat  : "Salam damai pemuda, setelah kami perhatikan semua yang engkau lakukan demi kebaikan di muka bumi ini, kami, para malaikat, sepakat untuk menganugerahimu dengan Seujung Jari Pengetahuan Tuhan".

Pemuda  : "Apakah yang kau maksud dengan Ujung Jari Pengetahuan Tuhan itu?"

Malaikat : "Ya, dengan pengetahuan tsb, engkau dapat melakukan lebih banyak hal lagi. Karena engkau akan dibekali dengan kemampuan melihat apa yang akan terjadi. Bahkan engkaupun akan menjadi kekal hidup di dunia ini."

Pemuda (mendesah): " Wahai malaikat, hidupku penuh semangat dan gairah karena setiap hari aku selalu menaruh harapan yang terbaik, meski kadang tak kudapatkan. Namun semangat itulah yang aku perlukan agar aku tetap melewati hidupku dengan semangat membantu sesama. Apabila engkau anugerahi aku dengan pengetahuan tersebut, maka dimanakah semangat itu ada?" Sebab aku sudah mengetahui apapun yang terjadi sebelum aku melakukan apapun. Lalu apa nikmatnya hidup seperti itu?" Layaknya menonton film yang sudah sering kita tonton. Bukan gairah dan semangat yang akan aku dapatkan kecuali kebosanan semata". "Tidak, aku tidak mau hidup seperti itu!"

Malaikat  : "Bagaimana dengan hidup kekal?"

Pemuda : "Kehidupan kekal juga sama membosankannya. Engkau akan menyaksikan kehidupan ini datang dan pergi sementara engkau tetap berada di dalamnya. Justru dalam ketidakkekalan dan ketidakpastian maka aku dapat lebih berhati-hati dalam melangkah. Akan semakin waspada dalam segala keadaan. Akan siap sedia terhadap segala kemungkinan. Pada akhirnya tertanam dalam jiwa untuk peka terhadap keadaan sekeliling dan mendorongku agar selalu menolong sesama. Lagi pula kekekalan badan tidak diperlukan, yang lebih utama adalah kekalnya nilai-nilai kebaikan, ilmu yang bermanfaat serta anak cucu kita yang mewarisi gen-gen terbaik kita dikehidupannya kelak. Itulah sejatinya kekekalan yang paling utama".

Malaikat : "Wah, engkau sungguh luar biasa. Seorang manusia biasa namun dapat mengejawantahkan maksud dan sekaligus tujuan diciptakannya dunia dan seisinya". Saya justru akan banyak belajar darimu hai pemuda. Teruskanlah apa yang menjadi ketetapan hatimu, karena sesungguhnya ide dan pikiranmu memang sudah menjadi ketetapan-Nya jauh sebelum terciptanya kehidupan di dunia ini."

Selasa, 23 Mei 2017

Sebuah Kesaksian Hidup...


Beruntung saya diperlihatkan kejadian yang selama ini hanya saya dapatkan dari cerita atau dongeng. Dongeng tentang pertarungan antara kebaikan dan keburukan. Kali ini saya menyaksikan sendiri di negeri yang kucintai ini, seorang anak kandung bangsa yang selama ini garang berjuang demi kebaikan bangsa. Melawan dg gagah berani bak singa yang lapar terhadap para garong dan pencoleng uang rakyat, akhirnya harus kalah dan menyerah digiring dalam kandang pesakitan, hanya gara2 keseleo lidah. Masuk dalam ranah suci, ranah yang memang tdk boleh diinjak oleh siapapun bahkan malaikat sekalipun. Walaupun dalam konstitusi UUD'45 sudah dijamin dalam ps.28 tentang kebebasan berpendapat dilindungi oleh undang-undang. Saat itu massa begitu sangat membencinya, sampai2 permintaan maaf pun tak diterima. Hanya satu permintaan mereka: "PENJARA". Dua pekan telah berlalu, ternyata keharuman dan kegigihan sang Singa bukan meredup, dia bahkan menolak banding yang diajukan pengacaranya. Dia dg gagah menerima konsekuensi atas kesalahan ucapannya dengan menjalani hukuman yang ditimpakan padanya. Disisi lain, sang Serigala yang dulu mengeroyoknya ngacir entah kemana, setelah tersangkut aib dg salah seorang perempuan yang begitu saja ditinggalkannya menanggung akibat yang diperbuatnya. Ooh...betapa cerita ini begitu membuatku geram...Gigi geligiku gemeretak, hati ini panas dan ingin meledak, namun apa daya saya bukan seekor singa, saya hanyalah domba yang terlalu takut untuk keluar dari kandang. Hanya doa-doa lirih Kupanjatkan pada-Nya, agar engkau, singa sejati negeri ini, dilindungi selalu dan semakin gagah perkasa kelak saat kau keluar dari kandang . Penjara tidak membuatmu menjadi kecil dan ciut, justru penjara akan membesarkanmu. Biar seantero dunia tahu akan kebesaranmu. Teruslah garang dan menerkam terhadap para pencoleng dan pengecut berjubah agama yang selalu berbuat kebalikan dari apa yang diucapkannya. Dan jika hanya jika Tuhan berkehendak, engkaulah yang akan memimpin negeri ini pada sebuah negeri yang diimpikan bersama oleh para pendiri bangsa ini. Semoga...(MGK, 230517)

Sabtu, 29 April 2017

Catatan Kecil Jejak Langkah Negeriku...


Saya memang tidak pernah mengerti dan memahami politik. Kata teman politik itu tentang seni, seni untuk berkuasa dan menguasai. Menguasai massa untuk memuluskan jalan menuju kekuasaan dan seni mempertahankan kekuasaan dengan menguasai massa.
Dari definisi seorang teman tsb, semakin saya tidak pernah mengerti, bagaimana sebuah kata "kuasa" menjadi tujuan dan sekaligus cara untuk menorehkan jejak langkah kehidupan seorang manusia dimuka bumi ini? Sejak kecil semua pelajaran kebaikan (Agama dan Budi Pekerti) selalu menekankan tentang kebersamaaan (bukan berkuasa dan menguasai). Bahkan dalam ilmu biologi pun, sebuah puncak rantai makanan (predator) sekalipun akan sangat tergantung pada level rantai makanan dibawahnya. Misalnya, jika populasi tikus berkurang maka populasi burung pemangsa tikus (elang/burung hantu) juga akan berkurang. Esensi nya adalah sebuah keseimbangan perpindahan energi, dari Matahari hingga level tertinggi rantai makanan tsb. Alam dg bijak mengelola keseimbangan energi tsb.
Kita manusia yang levelnya paling tinggi sebagai makhluk Tuhan di bumi ini, justru bertindak sebaliknya. Semua yang ada harus kita kuasai sendiri (kelompok sendiri), semakin di puncak kekuasaan, semakin kuat hasrat menguasai.  Segala cara digunakan dalam memuluskan rencananya. Bahkan Agama sekalipun akan digunakannya. Nilai-nilai moral dan kebaikan agama yang bersifat universal, diterjemahkan sesuai dg arah dan tujuan kelompoknya. Pemuka dan pemimpin agama diagitasi dg sebuah isu sentimen agama. Ironisnya dengan dalih memperjuangkan akidah umatnya, isu tersebut bak gayung bersambut. Pas seperti pepatah " tumbu ( wadah) menemukan tutupnya". Suara hati nurani yang melihat ketidakbenaran ini dibungkam oleh riuh rendahnya massa yang berteriak kesetanan termakan isu yang dimainkan oleh para politisi.
Sementara di atas sana, para politisi bak seorang sutradara mulai berhitung dan berbagi kekuasaan yang sebentar lagi mereka raih dan sekaligus berencana mencari ladang kekuasaan ditempat lain.
Sungguh semakin tidak kumengerti, bagaimana bisa semua rencana itu berjalan mulus, bagaimana mungkin suara mayoritas pemilik nurani bangsa ini hanya diam dan menyaksikan kejadian ini?
Ya Tuhan, pemilik semua rencana di dunia ini. Apakah memang Engkau sedang uji kami untuk lebih memaknai sebuah kebersamaan, tatkala hasrat menguasai dalam diri kami begitu menggebu. Agar kami lebih banyak belajar saling mengenal sebagai satu saudara di bumi Indonesia tercinta ini? Hanya Engkaulah yang menggenggam jawaban dari pertanyaan ini....

Kamis, 13 April 2017

Musuh...


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) musuh artinya lawan (berkelahi, berperang, bertanding dsb). Sesuai dengan maknanya, maka seorang musuh berarti orang yang berseberangan dengan kita, baik pandangan, sikap, pendapat atau prinsip. Sehingga dimanapun posisi kita ia ada di seberang kita. Bagi sebagian besar kita, menganggap bahwa musuh harus dilawan dengan berbagai cara dengan tujuan akhir untuk  mengalahkannya.

Bagi yang tercerahkan, seorang musuh tak ubahnya seperti kawan, bedanya mereka melihat diri kita dari sudut pandang yang lain. Seorang musuh dapat dengan mudah menunjukkan beberapa kesalahan dan kelemahan kita, karena sudut pandangnya memang berbeda dengan kita. Oleh sebab itu, orang yang tercerahkan akan memanfaatkan musuhnya untuk mengoreksi diri (introspeksi). Karena bagi orang ini, tidak ada kata sempurna dalam dirinya. Ia selalu menyadari bahwa setiap pandangan, sikap dan tindakannya selalu terselip sebuah kekhilafan.

Untuk itu ia membutuhkan lawan sebagai pengingat sekaligus pengoreksi. Sejarahpun mencatat, berkat kehadiran musuh maka sebuah bangsa dapat kembali bersatu mendirikan sebuah negara. Musuh menjadi sebuah perekat bagi kita untuk mengisi celah2 dalam diri kita yang masih renggang. Seorang petinju membutuhkan lawan tanding untuk mengetahui sisi lemah dari pertahanan dirinya. Pendek kata, selama kita masih menjadi manusia, maka musuh menjadi cambuk bagi diri untuk meningkatkan kebaikannya.

Jumat, 03 Maret 2017

Kerbau Melewati Jendela...


"Seseorang yang telah banyak melakukan kebaikan serta bekerja keras untuk selalu mengamalkan kebaikannya, namun selalu berharap untuk dikenal, maka dalam diri orang ini masih terdapat celah kelemahannya. Ibarat seekor kerbau yang badan dan kakinya berhasil melewati lubang jendela namun ekornya terjepit di lubang jendela tersebut". (Tsai Chih Chung-The Book of Zen)

Rabu, 01 Maret 2017

Memecahkan Kesunyian...



Adalah empat orang biksu sepakat untuk bermeditasi tanpa bicara selama seminggu. Pada hari pertama mereka tetap tenang. Begitu kegelapan mulai datang, api lilin pun mulai berkedip.

Biksu ke-1 : "Api lilin akan padam".
Biksu ke-2 : " Eh, kita kan nggak boleh bicara?"
Biksu ke-3 : "Mengapa kalian berdua bicara?"
Lalu Biksu ke-4 tertawa sambil berkata: " Ha...ha...ha...Saya satu-satunya yang tidak bicara!"

***Banyak orang yang juga keliru saat mengingatkan orang lain dan menunjukkan kesalahan mereka*** (Tsai Chih Chung)

Selasa, 28 Februari 2017

Kejujuran Vs Ketidakjujuran




Dulu saya hampir percaya dengan pameo  "orang jujur itu tidak  beda dengan orang bodoh". Bagaimana tidak, lha sdh tahu bakalan ditipu kok masih mempercayainya juga?
Tapi sekarang  saya mulai mengerti bagaimana sebuah kejujuran itu menjadi konsep hidup dan kehidupan di dunia ini.
Saya baru menyadari bahwa dalam diri orang jujur itu memang tdk menyisakan sedikitpun celah "syak wasangka". Dia tahu persis hukum kekekalan "kebaikan", saat kebaikannya diambil orang lain maka kebaikan yang berlipat yang akan ia terima. Sebaliknya bagi si penipu ia akan mendapatkan ganjaran yang setimpal dengan perbuatannya.
Orang jujur selalu menyandarkan perbuatannya pada keteguhan hati, sebaliknya bagi sang penipu perbuatannya didasari oleh kekhawatiran hati.
Seolah bisa membaca alam, orang jujur selalu selaras dan belajar dari alam. Matahari menyinari bumi tanpa memilih mana yang akan terkena sinarnya dan mana yang tidak. Dan yang terpenting matahari tdk pernah meminta kembali dari tanaman  yang telah memanfaatkan sinarnya, justru tanaman juga mengikuti kaidah ini dengan membagikan oksigen dan buahnya pada semua mahluk tanpa kecuali. Konsep ini sdh terjadi sejak awal diciptakannya dunia ini. Jadi disini siapa yang membodohi dan dibodohi? Karena alam rupanya memiliki jawaban yg berbeda dg apa yang kita pikirkan.